Hidup Dalam Botol

Tak pernah kita sadari dan sulit dirasakan dengan nyata jika kita renungkan apa yang kita hadapi dalam kehidupan ini ternyata hampir setiap hari, tiap jam dan tiap detik atau setiap perputaran waktu berlangsung, kita seakan-akan selalu diikat oleh tali-tali permasalahan yang harus kita hadapi. Disaat kita menghadapi sebuah masalah, kita seperti berada dalam sebuah botol yang kosong tanpa air, kita berada di dalam botol tersebut tanpa ada yang menemani, yang terlihat di sana hanya dinding-dinding kaca dalam botol tersebut seakan-akan menyesakan nafas dan tersumbatnya pikiran.

Terlalu sulit untuk muncul dan keluar dari botol itu, sama sulitnya ketika kita mencari jalan keluar dalam sebuah permasalahan yang berat. Licinnya dinding botol tersebut membuat kita putus asa karena raga kita seakan-akan tiada guna, terlalu licin untuk bisa naik dan keluar dari botol itu jika kita hanya menggunakan jasmani belaka.



Depresi dan frustasi tak bisa lepas dari pikiran di sana yang tersisa hanya penantian dan penantian yang tak pasti, tak jelas apa yang kita tunggu dan tak ada gambaran untuk bisa keluar, seperti kita melihat lautan yang tak bertepi dan langit yang tak berujung. Kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi dalam botol tersebut mungkin hanya bisa menunggu keputusan dari Sang Maha Pencipta.

Sesaknya nafas kita di sana sama sesaknya dengan apa yang dihadapi dalam masalah-masalah kehidupan duniawi, berteriak dan meronta-ronta di sana, namun tak ada satu pun orang lain yang perduli,karena sebuah masalah hanya untuk diri sendiri dan dinikmati sendiri, mungkin kesendirian tersebut mengingatkan kita akan kelahiran dan kematian, karena disaat kita lahir dan mati hanya untuk sendiri. Kembali kita hanya bisa diam dan menunggu dalam botol tersebut, sepertinya emosi atau amarah kita sudah sirna dan tak berguna di sana, tangan memukul, kaki menerjang namun kaca itu sulit dipecahkan, mungkin benar bahwa raga kita tak berguna jika kita hanya diperbudak emosi atau nafsu belaka. Apa yang harus kita lakukan sekarang didalam botol tersebut? Coba kita rasakan dengan ketenangan, ternyata apa yang kita perbuat itu berasal dari hati, bahwa jasad kita hanya tunduk pada hati yang lembut. ”Hati merupakan sesuatu yang kasat mata, tak berupa dan tak bisa diraba”(Al-Ghazali). Jasad kita hanya daging, tulang dan darah, sama dengan yang dimiliki hewan.

Kita tidak bisa keluar dari botol tersebut tanpa kesabaran, ketenangan batin dan kepercayaan yang besar kepada Tuhan. Namun kesabaran hanya diam dan hanya menunggu semata itu semua tiada arti, mungkin kita harus berharap dan berdoa kepada Sang Maha Pencipta. Terkadang kita sulit memaknai kesabaran, apa lagi mempelajarinya, mungkin karena kesabaran tersebut sulit di lakukan.

Sebagai jalan keluarnya kita memerlukan sedikit analogi dari kesabaran tersebut dari arti kesabaran tersebut. Kesabaran itu seperti air, kita bisa keluar dari botol tersebut jika kita menunggu datangnya air dari Sang Maha Pencipta, dengan air yang tenang kita bisa bercermin dan terlihatlah wujud kita begitu juga dengan jati diri, mungkin dengan ketenangan batin serta kesabaran, dengan penuh kesabaran dan ketenangan batin mungkin bisa memaknai hidup dengan baik dan bisa berintrospeksi diri sama seperti kita sedang bercermin pada air yang tenang. Namun sebaliknya jika kita bercermin pada air yang deras maka wujud kita mungkin tak terlihat, sama halnya jika kita menjalani kehidupan ini dengan tergesa-gesa tanpa ketenangan batin dan kesabaran, hanya mengumbar hawa nafsu belaka.



Oleh:
Ariyandi Gunawan

0 comments:

Post a Comment